Laman

Rabu, 08 Oktober 2014

Aktivis Dakwah, Kemanakah Engkau (dan Aku) Setelah Ini ?

Kemanakah arah dakwah kita setelah ini wahai engkau para aktivis dakwah? Kemanakah perjalanan kita setelah dakwah kampus kita lalui? Bagaimana visi dan misi dakwah kita setelah kembali ke pangkuan keluarga dan masyarakat?


Pertanyaan-pertanyaan sederhana, kadang hadir mengelitik diri. Tercenung diri membayangkan, kemana jalan juang dakwah setelah tamat dan lulus dari kampus? Pertanyaan singkat namun membuat diri begitu bingung harus menjawabnya.

Terang sudah penghujung jalan bagi aktivis dakwah kala judul skripsi telah di-ACC, detik-detik menikmati tahun akhir di dunia kampus jadi penuh cita rasa. Terbayang sudah meriah dan semaraknya kala wisuda berlangsung, dengan riang mengenakan toga dan menenteng ijazah yang patut dan dapat dibanggakan kepada kedua orangtua, bahwa amanahnya telah tertunaikan sudah. Sungguh tak terasa kini diri telah menjadi mahasiswa tahun akhir. Dan tak terasa pula adik-adik angkatan terus saja datang setiap tahunnya. Kini nikmatnya mengarap skripsi ditengah deadline jadwal wisuda semakin menghantui, Satu-persatu teman seangkatanpun telah mulai beranjak pergi meninggalkan kampus. Empat tahun sudah menjalani kuliah dengan segenap perubahan yang terjadi akan diri. Empat tahun sudah berkutat dengan organisasi di kampus, dan empat tahun sudah mengikrarkan diri menjadi aktivis dakwah (ADK) untuk senantiasa berdakwah di dunia kampus. Tak terasa, semakin dipenghujung terasa semakin berat, tanggungjawabpun menjadi semakin besar. Amanahpun masih begitu banyak, sedangkan target-target dakwah yang telah dicanangkan belum banyak tertunaikan.

Kini hari-hari hanya dilalui dengan revisi-edit-revisi skripsi, sesekali harus ikut serta berkumpul ria dilorong prodi, menikmati suasana menanti dosen pembimbing skripsi. Rasa galau dan gundah sesekali bisa menghampiri, tercenung memikirkan tempat berlabuh setelah ijazah diraih, ntahlah! Kemanakah engkau wahai diri setelah tamat dari dunia kampus?

Sungguh, semakin berada di garis akhir dan semakin berada dipenghujung dunia kampus bukannya semakin bertambah semangat, namun semakin akhir malah semakin kendur dan malas dalam dakwah. Skripsi, kadang menjadi alasan kuat bagi  diri ini, mungkin ikhwan dan akhwat lainnya untuk menolak tugas dan tanggungjawab dakwah, bahkan kadang mulai berat hati menerimanya dan kadang tidak bersedia jika diberikan amanah dakwah di kampus. Padahal sesungguhnya, semakin dipenghujung tempat kita berdiri, maka semakin besar amanah, semakin berat dan besar pula kewajiban kita bagi generasi penerus dakwah kita di kampus. Ibarat sebuah pohon, semakin tinggi ia tumbuh, maka akan semakin kencang terpaan angin yang berusaha mengusiknya, demikian juga kita. Semakin tinggi jenjang perjalanan kita dalam dakwah ini, semakin keatas maka sudah sepatutnya akan semakin banyak tanggungjawab dan semakin besar pula peran dan tantangan yang kita hadapi.

Namun, Jikalau kita tak mengemban tanggungjawab atau tidak diberikan amanah secara struktural organisasi namun kita harus tetap punya rasa tanggungjawab secara pribadi terhadap agama dan dakwah ini. Namun, jikalau ada ikhwan dan akhwat yang merasa keberatan dengan amanah yang diberikan sedangkan diri ingin fokus dengan tugas akhir, beranggapan bahwa tak selayaknya diberikan atau menerima amanah dan tanggungjawab, maka sudah sepatutnya kita memperbaiki niat, visi dan misi dakwah kita.

Sepatutnya, semakin ke ujung masa kita di kampus, maka kita harus semakin bersemangat dalam tarbiyah. Tentunya diri harus senantiasa diup-grade dengan motivasi dan semangat yang luar biasa sebelum benar-benar kembali ke masyarakat. Kita harus ingat, dakwah pasca kampus memiliki tantangan yang luar biasa. Kadangkala, rintangan yang menghadang selama kita aktif di dunia kampus akan sangat berbeda dengan persoalan dan permasalahan yang kita hadapi di tengah masyarakat. Maka, jika muncul pertanyaan kemanakah kita setalah dunia kampus? Akankah kita tetap istiqomah dalam jalan dakwah ini? Yang mampu menjawab hanya diri sendiri. Ada hal yang menarik untuk kita jadikan renungan dalam memompa semangat dan motivasi diri. Perjalanan dakwah, merupakan jalan yang panjang, dan ini merupakan salah satu jalan terbaik untuk meneggakan agama Allah di muka bumi. Sama halnya dengan jalan  yang telah di tempu para Nabi dan Rasul. Dan merupakan jalan yang di usung oleh Hasan Al Banna.

Ketika Iman Hasan Al-Banna akan lulus dari sekolah, guru meminta beliau dan teman-temanya untuk menulis karya tulis dengan tema “ Harapan terbesar setelah lulus dan menjelaskan sarana apa yang dipersiapkan untuk merealisasikannya”. Dengan penuh keyakinan dan kesungguhan, beliau menuliskan dan menyelesaikan tugas beliau seperti ini : “saya menyakini bahwa kaum saya – dengan berbagai pergantian politik yang dilewatinya, pengaruh social yang telah berlalu, bekas-bekas kota-kota di Barat, menyeru dari Eropa, filsafat materi, mengekor Prancis—merka jauh dari tujuan agama dan sasaran kitabnya. Mereka lupa kebesaran nenek moyangnya. Semua ini saya yakini sebagai keyakinan yang berakar dalam diri saya, telah panjang cabang-cabangnya, telah hijau daunnya, tinggal menunggu buahnya. Maka harapan terbesar saya setelah menyelesaikan studi ini ada dua hal, yaitu secara khusus saya ingin membahagiakan keluarga dan kerabat saya, dan secara umum saya ingin menjadi guru. Jika selesai mengajar anak-anak di siang hari, saya akan gunakan waktu malam untuk mengajar para ayah tentang tujuan agama mereka, sumber kebahagian, dan perjalanan hidupnya. Sarana yang saya pergunanakan ceramah dan diskusi. Bisa juga melunakkan hati lewat tulisan, berkeliling dan jalan-jalan. Ini telah menjadi janji saya kepada Tuhan saya. Saya sudah catat dalam diri dan saya saksikan kepada guru saya dalam kesendirian ; tidak ada yang terpengaruh kecuali hati di malam yang tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah Yang Maha Halus dan Maha Memberitakan.

Menarik menelusuri jejak janji yang telah di ikrarkan dai sejati yang kini pergerakan yang beliau usung telah tersebar ke seluruh penjuru dunia. Begitu kuat niat beliau, begitu teguh  visi yang beliau rancang dan begitu matang dan gigih misi dan strategi yang beliau jalankan. Hingga Allah-pun memantapkan hati dan memberkahi jalan juang beliau. Tentunya ini bukan sekedar ucapan jempol belaka, namun ini adalah janji yang beliau tulis dan persaksikan.

Bagaimana dengan kita wahai ikhwan dan akhwat? Akankah kita berhenti setelah ini? Akankah pasca kampus membuat kita membenamkan diri akan dunia, akankan kita tetap istiqomah dalam pergerakan mengusung dan menegakan agama Allah? Atau cukup sampai wisuda diraih, lalu tanggunjawab kita habis sudah. Cukuplah jenggot dan jilbab yang tetap tersisa dan mencirikan khaskan kita. Bahwa dulu kita pernah jadi aktivis dakwah dengan jaket keren bertuliskan “saya muslim sejati”. Lalu setalah ijazah ditangan, kala kita bingung akan kemana kita mulai melepas semua atribut yang menjadi identitas dan keyakinan kita, perlahan-lahan idealis kita luntur bersamaan dengan tak berlanjutnya terbiyah dan bingunnya kita mencari wadah pergerakan layaknya di dunia kampus lalu. Sungguh, sebelum benar-benar kita terjun ke dunia pasca kampus, kita telah menulis ulang niat, visi dan misi dakwah kita. Kita berjanji kepada Allah menjadi lebih baik. Sampai janji-janji itu tertunaikan wahai ikwan dan akhwat. Dan jelaslah kemana kita setelah ini.

“dan barangsiapa menepati janjinya kepada Allah, maka Allah akan memberinya pahala yang besar.” (Q.Surah Al Fath 48:10)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar