Kemanakah arah dakwah kita setelah ini wahai engkau para aktivis
dakwah? Kemanakah perjalanan kita setelah dakwah kampus kita lalui?
Bagaimana visi dan misi dakwah kita setelah kembali ke pangkuan keluarga
dan masyarakat?
Pertanyaan-pertanyaan sederhana, kadang hadir mengelitik diri.
Tercenung diri membayangkan, kemana jalan juang dakwah setelah tamat dan
lulus dari kampus? Pertanyaan singkat namun membuat diri begitu bingung
harus menjawabnya.
Terang sudah penghujung jalan bagi aktivis dakwah kala judul skripsi
telah di-ACC, detik-detik menikmati tahun akhir di dunia kampus jadi
penuh cita rasa. Terbayang sudah meriah dan semaraknya kala wisuda
berlangsung, dengan riang mengenakan toga dan menenteng ijazah yang
patut dan dapat dibanggakan kepada kedua orangtua, bahwa amanahnya telah
tertunaikan sudah. Sungguh tak terasa kini diri telah menjadi mahasiswa
tahun akhir. Dan tak terasa pula adik-adik angkatan terus saja datang
setiap tahunnya. Kini nikmatnya mengarap skripsi ditengah deadline
jadwal wisuda semakin menghantui, Satu-persatu teman seangkatanpun
telah mulai beranjak pergi meninggalkan kampus. Empat tahun sudah
menjalani kuliah dengan segenap perubahan yang terjadi akan diri. Empat
tahun sudah berkutat dengan organisasi di kampus, dan empat tahun sudah
mengikrarkan diri menjadi aktivis dakwah (ADK) untuk senantiasa
berdakwah di dunia kampus. Tak terasa, semakin dipenghujung terasa
semakin berat, tanggungjawabpun menjadi semakin besar. Amanahpun masih
begitu banyak, sedangkan target-target dakwah yang telah dicanangkan
belum banyak tertunaikan.
Kini hari-hari hanya dilalui dengan revisi-edit-revisi skripsi,
sesekali harus ikut serta berkumpul ria dilorong prodi, menikmati
suasana menanti dosen pembimbing skripsi. Rasa galau dan gundah sesekali
bisa menghampiri, tercenung memikirkan tempat berlabuh setelah ijazah
diraih, ntahlah! Kemanakah engkau wahai diri setelah tamat dari dunia
kampus?
Sungguh, semakin berada di garis akhir dan semakin berada
dipenghujung dunia kampus bukannya semakin bertambah semangat, namun
semakin akhir malah semakin kendur dan malas dalam dakwah. Skripsi,
kadang menjadi alasan kuat bagi diri ini, mungkin ikhwan dan akhwat
lainnya untuk menolak tugas dan tanggungjawab dakwah, bahkan kadang
mulai berat hati menerimanya dan kadang tidak bersedia jika diberikan
amanah dakwah di kampus. Padahal sesungguhnya, semakin dipenghujung
tempat kita berdiri, maka semakin besar amanah, semakin berat dan besar
pula kewajiban kita bagi generasi penerus dakwah kita di kampus. Ibarat
sebuah pohon, semakin tinggi ia tumbuh, maka akan semakin kencang
terpaan angin yang berusaha mengusiknya, demikian juga kita. Semakin
tinggi jenjang perjalanan kita dalam dakwah ini, semakin keatas maka
sudah sepatutnya akan semakin banyak tanggungjawab dan semakin besar
pula peran dan tantangan yang kita hadapi.
Namun, Jikalau kita tak
mengemban tanggungjawab atau tidak diberikan amanah secara struktural
organisasi namun kita harus tetap punya rasa tanggungjawab secara
pribadi terhadap agama dan dakwah ini. Namun, jikalau ada ikhwan dan
akhwat yang merasa keberatan dengan amanah yang diberikan sedangkan diri
ingin fokus dengan tugas akhir, beranggapan bahwa tak selayaknya
diberikan atau menerima amanah dan tanggungjawab, maka sudah sepatutnya
kita memperbaiki niat, visi dan misi dakwah kita.
Sepatutnya, semakin ke ujung masa kita di kampus, maka kita harus
semakin bersemangat dalam tarbiyah. Tentunya diri harus senantiasa diup-grade dengan
motivasi dan semangat yang luar biasa sebelum benar-benar kembali ke
masyarakat. Kita harus ingat, dakwah pasca kampus memiliki tantangan
yang luar biasa. Kadangkala, rintangan yang menghadang selama kita aktif
di dunia kampus akan sangat berbeda dengan persoalan dan permasalahan
yang kita hadapi di tengah masyarakat. Maka, jika muncul pertanyaan
kemanakah kita setalah dunia kampus? Akankah kita tetap istiqomah dalam
jalan dakwah ini? Yang mampu menjawab hanya diri sendiri. Ada hal yang
menarik untuk kita jadikan renungan dalam memompa semangat dan motivasi
diri. Perjalanan dakwah, merupakan jalan yang panjang, dan ini merupakan
salah satu jalan terbaik untuk meneggakan agama Allah di muka bumi.
Sama halnya dengan jalan yang telah di tempu para Nabi dan Rasul. Dan
merupakan jalan yang di usung oleh Hasan Al Banna.
Ketika Iman Hasan Al-Banna akan lulus dari sekolah, guru meminta
beliau dan teman-temanya untuk menulis karya tulis dengan tema “ Harapan
terbesar setelah lulus dan menjelaskan sarana apa yang dipersiapkan
untuk merealisasikannya”. Dengan penuh keyakinan dan kesungguhan, beliau
menuliskan dan menyelesaikan tugas beliau seperti ini : “saya
menyakini bahwa kaum saya – dengan berbagai pergantian politik yang
dilewatinya, pengaruh social yang telah berlalu, bekas-bekas kota-kota
di Barat, menyeru dari Eropa, filsafat materi, mengekor Prancis—merka
jauh dari tujuan agama dan sasaran kitabnya. Mereka lupa kebesaran nenek
moyangnya. Semua ini saya yakini sebagai keyakinan yang berakar dalam
diri saya, telah panjang cabang-cabangnya, telah hijau daunnya, tinggal
menunggu buahnya. Maka harapan terbesar saya setelah menyelesaikan studi
ini ada dua hal, yaitu secara khusus saya ingin membahagiakan keluarga
dan kerabat saya, dan secara umum saya ingin menjadi guru. Jika selesai
mengajar anak-anak di siang hari, saya akan gunakan waktu malam untuk
mengajar para ayah tentang tujuan agama mereka, sumber kebahagian, dan
perjalanan hidupnya. Sarana yang saya pergunanakan ceramah dan diskusi.
Bisa juga melunakkan hati lewat tulisan, berkeliling dan jalan-jalan.
Ini telah menjadi janji saya kepada Tuhan saya. Saya sudah catat dalam
diri dan saya saksikan kepada guru saya dalam kesendirian ; tidak ada
yang terpengaruh kecuali hati di malam yang tidak ada yang mengetahuinya
kecuali Allah Yang Maha Halus dan Maha Memberitakan.”
Menarik menelusuri jejak janji yang telah di ikrarkan dai sejati yang
kini pergerakan yang beliau usung telah tersebar ke seluruh penjuru
dunia. Begitu kuat niat beliau, begitu teguh visi yang beliau rancang
dan begitu matang dan gigih misi dan strategi yang beliau jalankan.
Hingga Allah-pun memantapkan hati dan memberkahi jalan juang beliau.
Tentunya ini bukan sekedar ucapan jempol belaka, namun ini adalah janji
yang beliau tulis dan persaksikan.
Bagaimana dengan kita wahai ikhwan dan akhwat? Akankah kita berhenti
setelah ini? Akankah pasca kampus membuat kita membenamkan diri akan
dunia, akankan kita tetap istiqomah dalam pergerakan mengusung dan
menegakan agama Allah? Atau cukup sampai wisuda diraih, lalu
tanggunjawab kita habis sudah. Cukuplah jenggot dan jilbab yang tetap
tersisa dan mencirikan khaskan kita. Bahwa dulu kita pernah jadi aktivis
dakwah dengan jaket keren bertuliskan “saya muslim sejati”. Lalu
setalah ijazah ditangan, kala kita bingung akan kemana kita mulai
melepas semua atribut yang menjadi identitas dan keyakinan kita,
perlahan-lahan idealis kita luntur bersamaan dengan tak berlanjutnya
terbiyah dan bingunnya kita mencari wadah pergerakan layaknya di dunia
kampus lalu. Sungguh, sebelum benar-benar kita terjun ke dunia pasca
kampus, kita telah menulis ulang niat, visi dan misi dakwah kita. Kita
berjanji kepada Allah menjadi lebih baik. Sampai janji-janji itu
tertunaikan wahai ikwan dan akhwat. Dan jelaslah kemana kita setelah
ini.
“dan barangsiapa menepati janjinya kepada Allah, maka Allah akan memberinya pahala yang besar.” (Q.Surah Al Fath 48:10)

Tidak ada komentar:
Posting Komentar